Istilah “Anak Senja” biasanya mengacu pada generasi muda pada era 90-an di Indonesia. Istilah ini populer terutama karena dipopulerkan oleh lagu “Anak Senja” yang dibawakan oleh grup musik Dewa 19. Lagu ini merupakan bagian dari album Dewa 19 yang dirilis pada tahun 1992. Lirik lagu tersebut menggambarkan tentang masa muda yang penuh dengan semangat dan impian, namun juga diwarnai dengan kegelapan dan tantangan, seperti senja yang melambangkan akhir hari.
Secara sosial, “Anak Senja” sering kali merujuk pada generasi muda pada masa itu yang berjuang dan berkembang di tengah-tengah perubahan sosial, politik, dan budaya yang signifikan di Indonesia, termasuk masa transisi dari Orde Baru menuju ke era Reformasi. Mereka adalah anak-anak muda yang mencari jati diri dan menghadapi berbagai kompleksitas hidup dengan semangat dan keinginan untuk menciptakan perubahan. Istilah “Anak Senja” menjadi simbol dari semangat dan perjuangan generasi tersebut.
Meskipun istilah “Anak Senja” secara khusus mengacu pada generasi muda pada era 90-an di Indonesia, kita dapat menarik beberapa paralel dengan generasi Gen Z, yang merupakan generasi yang lahir sekitar tahun 1997 hingga 2012. Meskipun kedua kelompok ini berbeda dalam konteks waktu dan pengalaman, ada beberapa kesamaan yang dapat diidentifikasi:
- Semangat dan Keinginan untuk Perubahan: Baik Anak Senja maupun generasi Gen Z sering kali digambarkan memiliki semangat dan keinginan untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat. Mereka cenderung peduli terhadap isu-isu sosial, lingkungan, dan politik, dan aktif dalam memperjuangkan perubahan positif.
- Keterampilan Digital: Generasi Gen Z tumbuh dengan teknologi digital yang semakin maju, sementara Anak Senja mulai mengalami penetrasi teknologi digital pada tahap akhir tahun 90-an. Keduanya memiliki keterampilan digital yang kuat dan cenderung menggunakan media sosial dan teknologi secara luas untuk berkomunikasi, belajar, dan berpartisipasi dalam aktivitas online.
- Kreativitas dan Ekspresi Diri: Baik Anak Senja maupun Gen Z dikenal karena kreativitas mereka dalam ekspresi diri, terutama dalam bentuk seni, musik, dan budaya populer. Mereka sering menggunakan platform online untuk mengekspresikan ide-ide mereka dan berkolaborasi dengan sesama kreatif.
- Kecenderungan Multikulturalisme: Keduanya cenderung memiliki pandangan yang terbuka terhadap budaya dan identitas yang beragam. Anak Senja tumbuh di masa di mana globalisasi mulai mempengaruhi budaya Indonesia, sementara generasi Gen Z hidup dalam dunia yang semakin terhubung secara global.
Meskipun ada perbedaan dalam konteks waktu dan pengalaman, ada sejumlah kesamaan antara Anak Senja dan generasi Gen Z dalam hal semangat, keterampilan digital, kreativitas, dan pandangan yang terbuka terhadap budaya dan identitas.